Ketika Abdul Hakim bin Amir Abdat Berkenalan dengan Yazid Jawas

Pada kajian pagi yang disini oleh Ustadz Sulam Mustareja yang membahas kitab "Mulia Dengan Manhaj Salaf", Beliau bercerita pada mukadimahnya bahwa kemarin beliau duduk di majelis Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, sahabat dekat Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, penulis buku yang sedang dibahas pada kajian tersebut. Ada pertanyaan di secarik kertas, yang tadinya Ustadz Sulam berpikir bahwa itu pertanyaan tidak penting dan tidak akan dijawab oleh Ustadz Abdul Hakim. Apa pertanyaannya? Singkat saja pertanyaannya adalah "Sejak kapan kenal Ustadz Yazid?".

FAKTA 8: PERKENALAN

Ustadz Abdul Hakim Abdat
Kedua ustadz ini dikenal sebagai perintis dakwah sunnah kontemporer di Indonesia

Ternyata Ustadz Abdul Hakim menjawabnya dengan cukup rinci. Seakan-akan beliau sedang teringat sahabatnya yang sekarang ini sedang menghadapi tantangan dakwah yang cukup terjal, sampai-sampai masjid tempat sehari-hari beliau beribadah dan berdakwah dibekukan karena desakan demo sekelompok orang.

Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat bercerita bagaimana awal-awal beliau hanya sekolah sampai SMP kelas 2. Sebab, orang tua beliau telah mengarahkannya guna bisa lebih konsentrasi menggeluti bidang agama. Sampai suatu ketika, pada tahun 1980-an LIPIA baru dibuka. Beliau ikut mendaftar tapi ditolak karena ketiadaan ijazah. Singkat cerita, atas upaya keras dan bantuan dari Ibunda beliau yang sampai menemui pendiri lembaga tersebut yang ternyata masih ada hubungan keluarga, maka diterimalah Ustadz Abdul Hakim di LIPIA walaupun tanpa ijazah sekolah resmi.

Setiap selesai kuliah, Ustadz Abdul Hakim tidak kemana-mana kecuali ke perpustakaan menekuni berbagai kitab. Suatu ketika, datanglah seorang pemuda ke perpustakaan, yang sama tekunnya dengan beliau, setiap hari terus datang dan melahap semua kitab-kitab di sana. Ustadz Abdul Hakim memperhatikan pemuda tersebut selalu membawa secarik kertas kecil dan pena untuk mencatat faidah dari kitab-kitab yang ditekuninya. Dari saling pandang, tersenyum, maka berkenalanlah Ustadz Abdul Hakim dengan pemuda tersebut. Dialah Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas.

Dari seringnya diskusi yang mereka lakukan berdua di perpustakaan, maka mereka berdua saling cocok satu sama lain. Mulailah fase dakwah mereka di masa-masa tersebut yang tentu saja banyak tantangannya. Alhasil, perpustakaan menjadi basis mereka berdua sebagai tempat belajar, berdiskusi, membedah berbagai persoalan agama dan lain-lain. Terkadang, datang tantangan-tantangan debat dari pihak-pihak yang kontra dengan dakwah mereka dan mereka layani di perpustakaan tersebut.

Hingga kini, kita sama-sama tahu kiprah dan kualitas mereka berdua dalam dakwah sunnah. Semoga Allah senantiasa menjaga mereka berdua dalam mengawal dakwah salaf yang penuh berkah ini.