Tampilkan postingan dengan label Ayat Kursi. Tampilkan semua postingan

Tipuan Setan yang Menyuruh Membaca Ayat Kursi


Setan dikenal sangat pintar dalam menipu manusia. Setan sangat lihai dalam membungkus kesesatan mereka sedemikian rupa, hingga semua ajakan mereka nampak sebagai kebenaran, bahkan ibadah. Salah satu cara yang ditempuh oleh setan adalah membungkus ilmu sihir dengan menyuruh orang untuk membaca Ayat kursi 1000 kali.

Bagaimana cara setan menjerumuskan manusia dengan menyuruhnya membaca ayat kursi, Mari kita simak video yang meneceritakan kisah nyata Dialog Ustadz Badrusalam dengan Temannya.


Jika anda tertarik untuk menyimak video ceramah full dari cuplikan diatas, silakan simak video dibawah yang berjudul "Macam-Macam Sihir dan Cara Melawannya - Ustadz Abu Yahya Badru Salam, Lc."


Semoga kita semua dapat terhindar dari segala macam bentuk tipuan setan. Amin Ya Rabbal 'Alamin.

Perbandingan Besarnya Arsy dan Kursi Allah

Bagaimana perbandingan besarnya Arsy Allah dengan Kursi Allah, dan dari keduanya mana yang lebih besar. Hal ini penting dibahas karena dapat menumbuhkan keimanan dan pengagungan kita kepada Tabaraka wa Ta'ala bahwasanya Allah Ta’ala lebih mulia dari segala makhluk yang ada, yang Dia ciptakan. Allah Tabaraka wa Ta'ala lebih besar dari segala makhluk-makhluk tersebut.


Terdapat sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Abu Dzar yang menjelaskan tentang betapa besarnya Arsy. Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Wahai, Rasulullah ayat apa yang paling besar dan paling agung didalam Alquran?” Rasulullah menjawab, “Ayat kursi. Perbandingan tujuh langit dengan kursi Allah seperti satu gelang yang dilemparkan di tengah-tengah bumi ini. Dan perumpamaan besarnya Arsy Allah dengan kursi seperti perumpamaan bumi ini dengan gelang besi itu.”

Dalam hadits lainnya dijelaskan,

مَا السَمَوَاتُ السَبْعُ وَالأَرْضُوْنَ السَبْعُ وَمَا بَيْنَهُنَّ وَمَا فَيْهِنَّ فِيْ الكُرْسِي إِلاَ كَحَلَقَةِ مُلْقَاةٌ بِأَرْضِ فَلاَة وَإِنَّ الكُرْسِي بِمَا فِيْهِ بِالنِسْبَةِ إلَىالْعَرْشِ عَلَى كتِلْكَ الحَلَقَةِ عَلَىتِلْكَ الفلاَةِ

“Tidak langit yang tujuh dan bumi yang tujuh dan apa yang ada diantara dan di dalamnya dibandingkan dengan Kursi kecuali seperti lingkaran (gelang) yang dilempar ke tanah lapang, dan Kursi dengan apa yang ada didalamnya dibandingkan dengan Arsy seperti lingkaran (gelang) tersebut pada tanah lapang tersebut.” [Silsilah Ahadits al-Shahihah No.109].

Demikianlah Arsy, singgasana Allah dan ciptaan-Nya yang paling besar. Ayat-ayat dan hadits-hadits tentang Arsy ini harus kita imani sesuai dengan keterangan dari Allah dan Rasul-Nya, tanpa menolaknya, tanpa mengilustrasikan atau mengandai-andaikannya yang membuatnya keluar dari apa yang telah dijelaskan.

Bolehkah Membaca Ayat Kursi Ketika Sholat?


Ayat Kursi diperbolehkan dibaca ketika Shalat Fardhu, tepatnya setelah membaca Surat Al Fatihah, berdasarkan keumuman firman Allah tabaraka wa ta'ala

فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآَنِ) المزمل:20)

Artinya: “Maka bacalah apa yang mudah dari Al-Quran.” (Qs. Al-Muzammil: 20)

Maksudnya adalah di dalam shalat (Ma’alimut Tanzil, Al-Baghawy 8/257)

Dan keumuman sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ثم اقرأ بأم القرآن وبما شاء الله أن تقرأ

Artinya: “Kemudian bacalah Ummul Quran (Al-Fatihah) dan apa yang Allah kehendaki untuk kamu baca.” (HR.Abu Dawud dan ini adalah lafadz beliau, At-Tirmidzy, dari Rifa’ah bin Rafi’ radhiyallahu ‘anhu, dihasankan oleh At-Tirmidzy dan Syeikh Al-Albany)

Berkata Qais bin Abi Hazim rahimahullahu:

“Aku shalat di belakang Ibnu Abbas di Bashrah kemudian pada rakaat pertama beliau membaca Alhamdulillah (yakni:Al-Fatihah) dan ayat pertama dari surat Al-Baqarah (yakni ألم), kemudian beliau ruku’, kemudian ketika rakaat kedua beliau membaca Alhamdulillah (yakni: Al-Fatihah) dan ayat kedua dari surat Al-Baqarah, kemudian beliau ruku’. Setelah selesai shalat maka beliau menghadapkan diri beliau kepada kami seraya berkata: Sesungguhnya Allah berfirman: فاقرؤوا ما تيسر منه (Maka bacalah apa yang mudah darinya) (Dikeluarkan oleh Ad-Daruquthny 1/136 no:1279, dan Al-Baihaqi 2/60 no:2371, isnadnya dihasankan oleh Ad-Daruqutny)

Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu:

نرى أنه لا بأس أن يقرأ الإنسان آية من سورة في الفريضة وفي النافلة

“Kami memandang diperbolehkan seseorang membaca satu ayat dari sebuah surat ketika shalat fardhu maupun sunnah.” (Asy-Syarh Al-Mumti’ 3/74)

Dengan demikian diperbolehkan setelah Al-Fatihah kita membaca ayat kursy dalam shalat fardhu maupun sunnah, tanpa mengkhususkan atau menyunahkan membaca ayat tersebut pada shalat tertentu karena ini membutuhkan dalil.

Wallahu a’lam.

Oleh Ustadz Abdullah Roy, Lc hafizhahullah

Meminta Syafaat Hanya Kepada Allah

Ayat kursi yang agung ini juga mengandung pelajaran penting tentang syafaat. Bahwa syafaat adalah milik Allah dan hanya boleh meminta syafaat kepada Allah semata. Allah berfirman :

مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِندَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

“Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya?”

Allah Ta’ala tidak melarang meminta syafaat secara mutlak, bahkan terdapat syafaat yang diterima di sisi Allah, yaitu syafaat yang mendapat izin dari Allah terhadap orang yang mentauhidkan-Nya. Syafaat yang diterima oleh Allah harus memenuhi dua syarat, yaitu:


Pertama : Izin syafaat dari Allah Ta’ala. Semua syafaat adalah milik-Nya semata, sebagaimana Allah berfirman :

قُلِ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا … {44}

“Katakanlah: “Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya” (Az Zumar:44)

Tidak ada sesuatupun yang memberi syafaat, baik itu malaikat maupun Nabi tanpa izin Allah ‘Azza wa Jalla.

Kedua : Ridho Allah terhadap orang yang diberi syafaat. Orang yang meminta syafaat adalah ahli tauhid yang tidak menjadikan selain Alah sebagai pemberi syafaat, sebagaimana firman-Nya :

وَلاَيَشْفَعُونَ إِلاَّ لِمَنِ ارْتَضَى …{28}

“dan mereka (para malaikat) tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah” (Al Anbiya’:28)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قِبَلِ نَفْسِهِ

“Manusia yang beruntung dengan syafaatku pada hari kiamat adalah yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah, dengan tulus dari lubuk hatinya.” [HR Bukhari 99]

Syafaat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam –tentunya setelah mendapat izin dari Allah- tidak akan didapatkan kecuali oleh ahli tauhid murni. Ini bertentangan dengan keyakinan kaum musyrikin yang menyangka bahwa syafaat akan diberikan dengan menjadikan wali-wali mereka sebagai pemberi syafaat, serta beribadah dan mencintai sesembahan selain Allah.

Bolehkah Wanita Haid Membaca Ayat Kursi?

http://www.ayat-kursi.com

Sebagian orang menganggap bahwa wanita haid dilarang membaca Ayat Al Qur'an, termasuk di dalamnya adalah Ayat Kursi? Lalu, bagaimana sebenarnya hukum membaca ayat kursi bagi wanita haid?

Jawaban :

Diperbolehkan bagi wanita yang sedang haid untuk membaca Al-Quran, yang termasuk didalamnya, yaitu Ayat Kursi dan surat-surat lainnya karena tidak adanya dalil yang shahih yang melarang. Bahkan dalil menunjukkan bahwa wanita yang haid boleh membaca Al-Quran, diantaranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha yang akan melakukan umrah akan tetapi datang haid:

ثم حجي واصنعي ما يصنع الحاج غير أن لا تطوفي بالبيت ولا تصلي

“Kemudian berhajilah, dan lakukan apa yang dilakukan oleh orang yang berhaji kecuali thawaf dan shalat.” (HR.Al-Bukhary dan Muslim, dari Jabir bin Abdillah)

Berkata Syaikh Al Albani:

فيه دليل على جواز قراءة الحائض للقرآن لأنها بلا ريب من أفضل أعمال الحج وقد أباح لها أعمال الحاج كلها سوى الطواف والصلاة ولو كان يحرم عليها التلاوة أيضا لبين لها كما بين لها حكم الصلاة بل التلاوة أولى بالبيان لأنه لا نص على تحريمها عليها ولا إجماع بخلاف الصلاة فإذا نهاها عنها وسكت عن التلاوة دل ذلك على جوازها لها لأنه تأخير البيان عن وقت الحاجة لا يجوز كما هو مقرر في علم الأصول وهذا بين لا يخفى والحمد لله

“Hadist ini menunjukkan bolehnya wanita yang haid membaca Al-Quran, karena membaca Al-Quran termasuk amalan yang paling utama dalam ibadah haji, dan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membolehkan bagi Aisyah semua amalan kecuali thawaf dan shalat, dan seandainya haram baginya membaca Al-Quran tentunya akan beliau terangkan sebagaimana beliau menerangkan hukum shalat (ketika haid), bahkan hukum membaca Al-Quran (ketika haid) lebih berhak untuk diterangkan karena tidak adanya nash dan ijma’ yang mengharamkan, berbeda dengan hukum shalat (ketika haid). Kalau beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang Aisyah dari shalat (ketika haid) dan tidak berbicara tentang hukum membaca Al-Quran (ketika haid) ini menunjukkan bahwa membaca Al-Quran ketika haid diperbolehkan, karena mengakhirkan keterangan ketika diperlukan tidak diperbolehkan, sebagaimana hal ini ditetapkan dalam ilmu ushul fiqh, dan ini jelas tidak samar lagi, walhamdu lillah.” (Hajjatun Nabi hal:69).

Namun jika orang yang berhadats kecil dan wanita haid ingin membaca Al-Quran maka dilarang menyentuh mushhaf atau bagian dari mushhaf, dan ini adalah pendapat empat madzhab, Hanafiyyah [Al-Mabsuth 3/152], Malikiyyah [Mukhtashar Al-Khalil hal: 17-18], Syafi’iyyah [Al-Majmu’ 2/67], Hanabilah [Al-Mughny 1/137].

Mereka berdalil dengan firman Allah ta’alaa:

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ (الواقعة: 79)

“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci.”

Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mushaf yang kita dilarang menyentuhnya adalah termasuk kulitnya/sampulnya karena dia masih menempel. Adapun memegang mushhaf dengan sesuatu yang tidak menempel dengan mushhaf (seperti kaos tangan dan yang sejenisnya) maka diperbolehkan.

Tiga Waktu Penting Membaca Ayat Kursi

Ada beberapa keterangan dari hadits shahih seputar tiga waktu utama untuk membaca ayat yang paling mulia di dalam Al Qur'an, yaitu Ayat Kursi, berikut adalah tiga waktu tersebut :

http://www.ayat-kursi.com

1. Ketika pagi dan petang

Mengenai orang yang membaca ayat kursi di pagi dan petang hari, dari Ubay bin Ka’ab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا قَرَأَتْهَا غُدْوَةً أُجِرَتْ مِنَّا حَتَّى تُمْسِيَ ، وَإِذَا قَرَأَتْهَا حِيْنَ تُمْسِي أُجِرَتْ مِنَّا حَتَّى تُصْبِحَ

“Siapa yang membacanya ketika petang, maka ia akan dilindungi (oleh Allah dari berbagai gangguan) hingga pagi. Siapa yang membacanya ketika pagi, maka ia akan dilindungi hingga petang.” (HR. Al Hakim 1: 562. Syaikh Al Albani menshahihkan hadits tersebut dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib no. 655)

2. Sebelum tidur

Hal ini dapat dilihat dari pengaduan Abu Hurairah pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang seseorang yang mengajarkan padanya ayat kursi.

دَعْنِى أُعَلِّمْكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهَا . قُلْتُ مَا هُوَ قَالَ إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ ( اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ ) حَتَّى تَخْتِمَ الآيَةَ ، فَإِنَّكَ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلاَ يَقْرَبَنَّكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ . فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ ، فَقَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ » . قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ زَعَمَ أَنَّهُ يُعَلِّمُنِى كَلِمَاتٍ ، يَنْفَعُنِى اللَّهُ بِهَا ، فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ . قَالَ « مَا هِىَ » . قُلْتُ قَالَ لِى إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ مِنْ أَوَّلِهَا حَتَّى تَخْتِمَ ( اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ ) وَقَالَ لِى لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلاَ يَقْرَبَكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ ، وَكَانُوا أَحْرَصَ شَىْءٍ عَلَى الْخَيْرِ . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « أَمَا إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ ، تَعْلَمُ مَنْ تُخَاطِبُ مُنْذُ ثَلاَثِ لَيَالٍ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ » . قَالَ لاَ . قَالَ « ذَاكَ شَيْطَانٌ »

Abu Hurairah menjawab, “Wahai Rasulullah, ia mengaku bahwa ia mengajarkan suatu kalimat yang Allah beri manfaat padaku jika membacanya. Sehingga aku pun melepaskan dirinya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa kalimat tersebut?” Abu Hurairah menjawab, “Ia mengatakan padaku, jika aku hendak pergi tidur di ranjang, hendaklah membaca ayat kursi hingga selesai yaitu bacaan ‘Allahu laa ilaha illa huwal hayyul qoyyum’. Lalu ia mengatakan padaku bahwa Allah akan senantiasa menjagaku dan setan pun tidak akan mendekatimu hingga pagi hari. Dan para sahabat lebih semangat dalam melakukan kebaikan.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Adapun dia kala itu berkata benar, namun asalnya dia pendusta. Engkau tahu siapa yang bercakap denganmu sampai tiga malam itu, wahai Abu Hurairah?” “Tidak”, jawab Abu Hurairah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Dia adalah setan.” (HR. Bukhari no. 2311)

3. Setelah shalat lima waktu

Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَرَأَ آيَةَ الكُرْسِيِّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ مَكْتُوْبَةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُوْلِ الجَنَّةِ اِلاَّ اَنْ يَمُوْتَ

“Siapa membaca ayat Kursi setiap selesai shalat, tidak ada yang menghalanginya masuk surga selain kematian.” (HR. An-Nasai dalam Al Kubro 9: 44. Hadits ini dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, sebagaimana disebut oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram). Maksudnya, tidak ada yang menghalanginya masuk surga ketika mati.

Intinya, ayat kursi punya keutamaan yang luar biasa sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut.

عَنْ أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَا أَبَا الْمُنْذِرِ أَتَدْرِى أَىُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ مَعَكَ أَعْظَمُ ». قَالَ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « يَا أَبَا الْمُنْذِرِ أَتَدْرِى أَىُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ مَعَكَ أَعْظَمُ ». قَالَ قُلْتُ اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ. قَالَ فَضَرَبَ فِى صَدْرِى وَقَالَ « وَاللَّهِ لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ »

Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Abul Mundzir, ayat apa dari kitab Allah yang ada bersamamu yang paling agung?” Aku menjawab, “Allahu laa ilaha illa huwal hayyul qayyum.” Lalu beliau memukul dadaku dan berkata, “Semoga engkau mudah memperoleh imu, wahai Abul Mundzir.” (HR. Muslim no. 810)

Al-Qadhi ‘Iyadh menyatakan, “Hadits ini adalah dalil akan bolehnya mengutamakan sebagian Al-Qur’an dari lainnya dan mengutamakannya dari selain kitab-kitab Allah. … Maknanya adalah pahala membacanya begitu besar, itulah makna hadits.”

Apa sebab ayat kursi lebih agung? Imam Nawawi menyebutkan, para ulama berkata bahwa hal itu dikarenakan di dalamnya terdapat nama dan sifat Allah yang penting yaitu sifat ilahiyah, wahdaniyah (keesaan), sifat hidup, sifat ilmu, sifat kerajaan, sifat kekuasaan, sifat kehendak. Itulah tujuh nama dan sifat dasar yang disebutkan dalam ayat kursi. (Syarh Shahih Muslim, 6: 85)

oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal

70 Ribu Malaikat Beserta Ayat Kursi, Benarkah?


Beredar sebuah hadist yang menjelaskan tentang keutamaan ayat kursi, hadits ini berbunyi "Barang siapa membaca ayat Al-Kursi sebelum keluar rumahnya, maka Allah SWT akan mengutuskan 70,000 Malaikat kepadanya – mereka semua akan memohon keampunan dan mendoakan baginya."

Pertanyaan : Benarkah hadits tersebut?

Jawaban :

Sebagaimana karakteristik hadits palsu/ma’udhu adalah pahala yang besar-besaran, saking besarnya untuk menarik kaum muslimin mengamalkannya, padahal bukan bagian dari agama, dan ini adalah upaya ahlul bid’ah untuk mengaburkan kaum muslimin dari agama sebenarnya.

Keterangan pahala ini tidak ada asalnya. Kalau tidak ia berdusta atau ia berhujjah dengan hadits dhoif. Cukuplah doa dan dzikir ketika hendak pergi adalah :

بِسْمِ اللهِ، تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ.

“Dengan nama Allah (aku keluar). Aku bertawakkal kepadaNya, dan tiada daya dan upaya kecuali karena pertolongan Allah”. [HR. Abu Dawud 4/325, At-Tirmidzi 5/490, dan lihat Shahih At-Tirmidzi 3/151.]

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ، أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ، أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ، أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ، أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ.

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu, jangan sampai aku sesat atau disesatkan (setan atau orang yang berwatak setan), berbuat kesalahan atau disalahi, menganiaya atau dianiaya (orang), dan berbuat bodoh atau dibodohi”. [HR. Seluruh penyusun kitab Sunan, dan lihat Shahih At-Tirmidzi 3/152 dan Shahih Ibnu Majah 2/336.]

Adapun jika ia naik kendaraan, umpama motor dan mobil, atau pesawat, ditambah dzikir menaiki kendaraan :

بِسْمِ اللهِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ {سُبْحَانَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ. وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ} الْحَمْدُ لِلَّهِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ إِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ فَاغْفِرْ لِيْ، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.

“Dengan nama Allah, segala puji bagi Allah, Maha Suci Tuhan yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami (di hari Kiamat). Segala puji bagi Allah (3x), Maha Suci Engkau, ya Allah! Sesungguhnya aku menganiaya diriku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau.” [HR. Abu Dawud 3/34, At-Tirmidzi 5/501, dan lihat Shahih At-Tirmidzi 3/156.]

Menyingkap Rahasia Baca Ayat Kursi 1000 Kali


Banyak orang yang berzikir, atau membaca ayat-ayat tertentu seperti Ayat Kursi sebanyak 1000x atau 170x, demi mendapatkan keutamaan-keutamaan tertentu. Padahal, jelas ini tidak diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi Wa Sallam. Lalu, bagaimana dengan dzikir yang nabi tidak membatasi bilangannya, apakah boleh kita tetapkan dengan bilangan tertentu seumpama 100 atau 1000 kali?

Para ulama menerangkan, ada dua kekeliruan dalam hal dzikir:

1. Menetapkan jumlah bilangan tertentu tanpa dalil.
2. Menetapkan tata cara dan waktu tertentu untuk dzikir tanpa dasar dalil.

Hal ini sebagaimana diingkari oleh Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu di mana suatu saat ada orang-orang yang berdzikir dengan menggunakan krikil lalu ada yang menuntun untuk membaca takbir sebanyak 100 kali dan tasbih sebanyak 100 kali. Padahal tata cara seperti ini tidak pernah diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang-orang yang berdzikir seperti itu mengatakan pada Ibnu Mas’ud,

وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ.

“Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”

Ibnu Mas’ud lantas menjawab,

وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ

“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.” (HR. Ad Darimi 1: 79. Dikatakan oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayyid)


Beberapa bentuk bid’ah yang disebutkan oleh Imam Asy-Syatibi dalam kitabnya Al-I’tisham:

1. Menetapkan batasan tertentu untuk ibadah seperti bernadzar dengan bentuk puasa sambil berdiri, tidak boleh duduk, dan tidak boleh bernaung dari panas. Bentuknya pula dengan mengkhususkan diri pada sesuatu, bahkan untuk makan dan berpakaian ditentukan dengan jenis tertentu, tidak boleh dengan selainnya.

2. Mewajibkan tata cara tertentu untuk dzikir seperti dengan cara dzikir jama’i dengan satu suara. Termasuk contoh di dalamnya adalah perayaan kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

3. Mewajibkan ibadah di waktu tertentu padahal tidak ditetapkan oleh syari’at seperti mewajibkan puasa dan shalat nishfu Sya’ban.

Jika ingin menetapkan dzikir sebanyak 1000 kali mesti butuh dalil. Jika tidak, maka tidak boleh diamalkan. Karena beragama itu mesti dengan dalil, bukan dengan perasaan, bukan dengan logika. Apa akibatnya jika bersikukuh mengamalkannya, simak:
Tipuan Setan yang Menyuruh Membaca Ayat Kursi

Lalu, kapan zikir sebanyak 1000 kali menjadi bid'ah yang terlarang?

Jawaban permasalahan ini perlu rincian. Pertama, menetapkan bilangan tertentu dan komitmen melakukannya karena keyakinan bahwa bilang tersebut memiliki keutamaan tertentu maka ini adalah hal yang keliru dalam syariat. Kedua, seorang yang ingin menggembleng dirinya dengan membaca tasbih 1000 kali dalam sehari sehingga aku bisa rutin membaca tasbih sebanyak itu. Tindakan semacam ini sejenis dengan orang yang mentargetkan dirinya untuk rutin setiap hari membaca sebanyak dua juz dari al Quran. Oleh karena ini dia paskakan dirinya untuk bisa menyelesaikan target tersebut. Hal ini diperbolehkan. Lain halnya dengan dengan orang merutinkan diri membaca dua juz dari al Quran setiap harinya atau bertasbih sebanyak 1000 kali karena adanya keyakinan bahwa hal tersebut memiliki keutamaan khusus.

Rincian ini disimpulkan dari praktek salaf. Diriwayatkan oleh Ibnu Saad dan dinilai shahih oleh Ibnu Hajar dalam al Ishabah bahwa shahabat Nabi, Abu Hurairah setiap hari membaca tasbih sebanyak 12000 kali. Artinya beliau memaksa dirinya agar bisa memenuhi target ini setiap harinya.

Kesimpulannya, siapa yang menargetkan diri untuk berdzikir dalam jumlah tertentu agar bisa berjihad memaksa dirinya untuk mencapai bilangan yang ditargetkan hukumnya tidak mengapa. Lain halnya orang yang melakukan hal ini tersebut karena menyakini bahwa bilangan tersebut memiliki keutamaan tertentu maka perbuatan tersebut tergolong bid’ah.

oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal dan Ustadz Aris Munandar

Tulisan Ayat Kursi, Lafadzh Allah, Muhammad Pada Liontin dan Pakaian

Sekarang ini makin marak Lafadzh Allah, Muhammad, dan Ayat Kursi dijadikan kalung, beragam motivasinya ada yang sekedar untuk bergaya, bahkan menjadikan Liontin, Kalung, dan sebagainya sebagai alat pengusir setan dan menolak sial dan bencana. Lalu, bagaimana ulama Islam menanggapi hal ini, berikut penjelasannya.



Pertanyaan :

Apakah hukum tulisan ayat kursi atau lafazh Allah dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pada liontin emas atau yang lainnya?

Jawaban oleh Abdullah bin Muhammad bin Humaid rahimahullah :

Ini merupakan suatu kesalahan, karena Al Qur’an tidaklah diturunkan untuk permainan, seperti diukir pada perhiasan emas atau bejana atau yang semisalnya. Al Qur’an hanyalah diturunkan oleh Allah Ta’ala sebagai penawar hati yang berpenyakit, petunjuk bagi manusia, cahaya, rahmat, dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. Al Qur’an tidaklah diturunkan untuk diukir dan digantung pada perhiasan atau pada pakaian, kemudian dibawa masuk ke kamar mandi ketika buang hajat. Maka hal ini sungguh tidaklah pantas.

Al Qur’an harus dimuliakan, diagungkan dan dijauhkan dari perbuatan jelek tadi. Allah Ta’ala menurunkan Al Qur’an adalah sebagai petunjuk, sebagaimana Allah firmankan:

{وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا}

“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” [QS. Al Isra':82]

Maka sungguh perbuatan menggantungkan Al Qur’an seperti hal tersebut (diatas) tidaklah boleh, bahkan harus dihapus (tulisan ayat-ayat) Al Qur’an yang ada pada perhiasan emas atau selainnya, karena padanya pelecehan terhadap Al Qur’an. Demikian pula ketika buang hajat di kamar mandi atau yang lainnya, dalam keadaan dia membawa (ayat-ayat) Al Qur’an (pada perhiasan atau pakaiannya), maka hal ini tidaklah diperbolehkan, bahkan harus dia hapus darinya sebagai bentuk pengagungan dan pemulyaan terhadap Al Qur’an dari perbuatan yang demikian, sebagaimana hal ini telah ditetapkan oleh para Ulama. Wallahu a’lam.

Meletakkan Ayat Kursi di Mobil


Banyak dikalangan muslimin meletakkan Ayat Kursi di kendaraan seperti Mobil. Bagaimana hukumnya?

Pertanyaan : Bagaimana hukum seseorang yang meletakkan ayat kursi di mobilnya atau meletakkan sebuah benda yang terdapat bacaan-bacaan doa padanya seperti doa naik kendaraan atau doa bepergian dan selainnya dari doa-doa?

Jawaban oleh Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh hafizhahullah :

Perkaranya dirinci, jika dia meletakkan perkara-perkara di atas dalam rangka untuk menghafalkannya dan untuk mengingat bacaannya, maka ini boleh. Seperti halnya yang meletakkan mushaf di depan mobilnya atau di dekatnya dalam rangka dia atau yang bersamanya akan membacanya jika ada kesempatan, maka ini boleh dan tidak mengapa.

Akan tetapi kalau dia menggantungkan perkara-perkara di atas dalam rangka menolak bala, maka pembahasannya kembali kepada hukum menjadikan Al-Qur’an sebagai jimat dan pendapat yang kuat tidak diperbolehkan dan diharamkan.

Sumber: Syarh Kitab Tauhid.

Cara Masuk Surga dengan Ayat Kursi

Video ceramah ini membahas mengenai sebuah hadits yang telah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam berkaitan tentang Ayat Kursi dan Surga. Ceramah dibawakan oleh Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc. Beliau men-syarah hadits tersebut dengan ringkas dan menerangkan dengan jelas makna dari Hadits shahih tersebut. Semoga kita bisa mengamalkan ilmu dari video ceramah singkat ini sehingga kita benar-benar dimasukkan kedalam surga oleh Allah azza wa jalla. Amin




Membaca Ayat Kursi untuk Mengusir Setan

http://www.ayat-kursi.com

Pengaruh Ayat Kursi dalam menjaga hamba, mengusir syaithan dan menjauhkan mereka dari suatu tempat serta melindungi dari tipu daya dan kejahatan mereka. Jika anda membacanya pada peristiwa-peristiwa yang ditimbulkan oleh syaithan, pasti anda bisa menolaknya, sebagaimana yang ditegaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di beberapa tempat dalam kitab-kitabnya.

Beliau berkata dalam kitab al-Furqaan: “Jika anda dengan tulus membaca Ayat Kursi (pada peristiwa-peristiwa yang ditimbulkan oleh syaithan) dengan benar, niscaya hal itu akan sirna. Sesungguhnya tauhid dapat mengusir syaithan.” [Al-Furqaan baina Auliyaa’ir Rahmaan wa Auliyaa’isy Syaithaan hal. 146]

Ia juga berkata, “Jika seseorang membacanya dengan benar pada peristiwa-peristiwa yang ditimbulkan oleh syaithan, niscaya ia bisa membuatnya sirna.” [ibid hal. 140]

Dalam kitab Qaa’idah Jaliilah fit Tawassul wal Waasilah, beliau berkata, “Hendaklah ia membaca Ayat Kursi dengan tulus. Jika ia telah membacanya, niscaya hal itu akan sirna terbenam ke dalam bumi atau terhalangi.” [Qaa’idah jaliilah hal. 28]

Membacanya dengan Tulus

Beliau berkata, “Orang-orang yang ikhlas dan beriman tidak dapat diganggu (dikuasai) oleh syaithan-syaithan. Oleh karena itu mereka akan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya Surat al-Baqarah. Mereka juga lari dari Ayat Kursi, ayat terakhir dari Surat al-Baqarah dan ayat-ayat pilihan lainnya dari al-Qur’an. Di antara kalangan jin ada yang memberitakan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang kepada para dukun dan yang lainnya dari apa yang mereka dapat curi dengar. Dahulu terdapat banyak dukun di negeri Arab. Namun ketika tauhid tampak dominan, para syaithan pun lari dan sirnalah atau berkuranglah jumlah para dukun. Kemudian hal itu muncul di daerah-daerah yang tidak tampak pengaruh tauhid di dalamnya.” [An-Nubuwwat I/280]

Beliau juga berkata, “Peristiwa-peristiwa yang ditimbulkan oleh syaithan seperti ini akan sirna dan semakin melemah jika disebutkan nama Allah, tauhid kepada-Nya, dan dibacakan ayat-ayat pilihan dari al-Qur’an. Terutama Ayat Kursi, sesungguhnya bacaan itu dapat menghilangkan seluruh keanehan-keanehan yang ditimbulkan oleh syaithan.” [ibid I/283]

Anjuran untuk memperbanyak membacanya, sebagaimana yang terdapat dalam as-Sunnah, merupakan suatu bukti akan kebutuhan mendesak seorang muslim terhadap ayat ini, juga terhadap tauhid dan pengagungan kepada Allah yang terandung di dalamnya. Tidak akan ada kebatilan yang bisa tegak di hadapannya, bahkan ia akan menghancurkan tiang-tiangnya, menggoncangkan bangunannya, menceraiberaikan persatuannya, serta menghilangkan wujudnya dan seluruh dampaknya.

Renungilah Maknanya!

Nash yang lalu memberikan pengertian kepada kita mengenai disunnahkannya bagi seorang muslim membaca ayat ini delapan kali setiap hari dan malam; dua kali pada pagi dan sore hari, sekali ketika hendak tidur, dan lima kali setelah menunaikan shalat lima waktu. Ketika seorang muslim telah dimudahkan dalam mengulang-ulang ayat ini, diiringi dengan menghadirkan hati untuk memahami makna dan maksud yang terkandung di dalamnya, serta merenungi tujuan dan sasarannya, maka kadar tauhid yang terdapat di dalam hatinya akan semakin kuat dan ikatannya pun akan semakin kokoh. Niscaya dengan tauhid ini ia telah berpegang dengan tali yang kokoh, yang tidak akan putus sebagaimana dijelaskan dalam ayat setelah Ayat Kursi ini.

Yang diharapkan bukanlah hanya membaca tanpa merenungi maknanya, juga bukan mengulang saja tanpa mengkaji maksud dan tujuannya. Allah berfirman mengenai keumuman al-Qur’an, “Apakah mereka tidak mau merenungi (makna ayat-ayat) al-Qur’an?…” (QS. An-Nisaa: 82)

Maka bagaimana terhadap ayat yang paling agung dan paling utama, yaitu Ayat Kursi? Jika tidak ada perenungan terhadap maknanya, akan menjadi lemahlah pengaruhnya dan sedikit pula manfaatnya. Baru saja berlalu dari kita pernyataan Syaikhul Islam: “Jika ia membacanya dengan tulus…” secara berulang-ulang. Ini beliau ucapkan sebagai peringatan bahwa hanya membacanya saja tidak dengan sendirinya bisa meraih maksud yang diinginkan. Adalah sangat berbeda antara orang yang membacanya dengan hati yang lalai dengan orang yang membacanya sambil memikirkan kandungan maknanya yang agung dan maksudnya yang penuh berkah, yaitu berupa tauhid dan pengagungan terhadap Allah. Dengan demikian hatinya menjadi penuh dengan tauhid dan makmur dengan keimanan dan pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Membacanya berulang-ulang disertai perenungan terhadap maknanya mengandung manfaat yang besar dan penting yang banyak ditinggalkan oleh banyak orang. Ketahuilah, hal itu karena pentingnya mengingat tauhid dan mengingatkan kembali pilar-pilarnya, menghunjamkan akar-akarnya ke dalam hati dan melapangkan wilayah di dalamnya. Berbeda dengan orang yang meremehkan tauhid dan enggan mengkajinya. Ia beranggapan bahwa cukup dengan mempelajarinya dalam beberapa menit dan beberapa saat, sehingga tidak perlu mengingatnya terus menerus dan mengkajinya dengan kajian yang konsisten.

Mengapa Ayat Kursi Menjadi Ayat Paling Agung di dalam Al Qur'an?

Sebab Ayat Kursi Menjadi Ayat Paling Agung dibandingkan dengan Ayat lain dalam Al Qur'an, mengingat ilmu tauhid memiliki kedudukan yang paling tinggi, maka Ayat Kursi paling tinggi kedudukannya bila dibanding dengan ayat yang lain, suratnya pun paling mulia. Ayat al-Qur'an dan surat-suratnya memang memiliki kelebihan satu sama lain, tetapi ditinjau dari sisi bacaan dan maknanya, bukan dari sisi Dzat yang berbicara.


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata, "Hendaknya kita memahami bahwa keutamaan ayat al-Qur'an satu sama lain berbeda, tetapi bukanlah disandarkan kepada yang Dzat yang berbicara, karena Allah عزّوجلّ itu satu. Bila kita tinjau dari sisi lafazh dan artinya tentu ada perbedaan, sebagaimana keterangan hadits yang shahih bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم melebihkan keutamaan Surat al-Fatihah daripada surat lainnya, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

إِنَّهُ لَمْ يَنْزِلْ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ وَلَا فِي الْقُرْآن مِثْلُهَا

'Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan ayat di dalam kitab Taurat, kitab Injil, dan kitab al-Qur'an semisal Surat al-Fatihah.' (HR. Tirmidzi no.2875)

Ayat Kursi juga lebih utama daripada ayat yang lain, seperti keterangan hadits kisahnya Ubay رضي الله عنه, jawaban beliau:

وَاللَّهِ لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ

“Demi Allah, ilmumu sungguh dalam hai Abu Mundzir.”1

Ibnul Qayyim رحمه الله berkata, "Perlu diketahui bahwa pembicaraan Allah عزّوجلّ yang menjelaskan tentang diri-Nya, sifat-sifat-Nya, dan keesaan-Nya lebih mulia dan utama daripada pembicaraan Allah عزّوجلّ yang menjelaskan musuh-Nya dan sifat-sifat jelek mereka. Oleh karena itu, Surat al-Ikhlash lebih utama daripada Surat al-Masad (al-Lahab), Surat al-Ikhlash menyamai sepertiga al-Qur'an daripada yang lain, demikian juga Ayat Kursi paling utamanya ayat al-Qur'an." (Syifaul Alil karya Ibnul Qayyim 2/774)

Rajah Ayat Kursi adalah Kesyirikan Para Dukun

Rajah biasanya merupakan sekumpulan huruf-huruf atau kalimat (yang terpenggal) membentuk suatu gambar tertentu yang dipercayai sebagai penyembuh, kesaktian, keselamatan atau pengasihan. Bentuk dan jenis hurufnya bermacam-macam, sebagian bisa dibaca dan ada yang hanya berupa huruf saja. Ada yang terkumpul seperti bulatan, kotak, segitiga dan semacamnya. Metodenya, ada yang dicampurkan air putih untuk minum atau mandi. Ada yang disuruh dimasukkan dompet, dikalungkan, ditaruh di bawah bantal atau kasur. Nah, di antara rajah-rajah yang ada biasa menggunakan tulisan Arab, bahkan menggunakan ayat Al Qur’an.



Sekilas Tentang Rajah

Dari beberapa blog atau web dukun yang bergelar “Ki …” (semacam Ki Umar, dst) kami peroleh berbagai macam cerita tentang cara membuat rajah atau azimat. Perdukunan dan klenik saat ini memang telah mengikuti perkembangan zaman, sampai-sampai banyak blog atau web yang sudah kami telusuri. Mereka menyediakan beberapa alat klenik, seperti azimat, rajah, jimat pemikat (pelet) dan semacamnya. Pemasanan dilakukan via blog dan siap dikirimkan dengan biaya ongkos kirim. Info singkat tentang rajah di sini perlu kami utarakan guna menjelaskan hukum rajah lebih lanjut.

RAJAH (wifiq) adalah benda mati yang dibuat sesorang yang mempunyai ilmu hikmah tingkat tinggi, agar didalam RAJAH itu mempunyai kekuatan gaib. RAJAH yang ditulis oleh ahli ilmu hikmah biasanya berupa tulisan arab, angka2, gambar, huruf2 tertentu atau simbol2 yang diketahui hanya oleh yang membuatnya. Di dalam RAJAH terdapat kode sandi yang sangat banyak sekali kurang lebih sekitar 10.333 kode sandi. Didalam rajah yang dibuat itu biasanya, sudah mengandung kekuatan gaib dan sudah berkhodam. (ini penjelasan dari situs dukun)

Dalam menulis rajah pun mesti ada aturan. Tidak bisa asal-asalan.
Di dalam menulis RAJAH itu ada aturan, tata cara, waktu dan sarana yang harus ditaati, apabila ada salah satu tata cara menulis RAJAH tidak ditaati maka fungsi RAJAH yang ditulis pun tidak sempurna dan reaksinyapun sangat lama sekali , walaupun tetap bisa digunakan ala kadarnya. Di dalam menulis RAJAH harus suci terlebih dahulu bagi yang muslim, bagi non muslim cukup wudhu sebisanya, dan menulis RAJAH itu juga ada ilmu khususnya. Untuk menulis RAJAH bisa menggunakan pensil, pena, sepidol atau yang menurut anda bisa digunakan menulis. (ini penjelasan dari situs web dukun).


Dalam menulis rajah harus dengan aturan tertentu, seperti dalam keadaan suci, harus khusyu’ ketika menulis, nafas harus cepat keluar lewat lubang hidung sebelah kanan atau bisa dengan tahan nafas dan memakai wewangian ketika menulis. Sampai-sampai dianjurkan ketika membuat rajah dengan menghadap kiblat (ini penjelasan dari situs web dukun).

Lihat saja ritual yang aneh yang mereka persyaratkan ketika membuat rajah. Dari mana mereka dapatkan bahwa hanya menulis harus dengan bersuci, lebih-lebih lagi tahan nafas dan nafas harus keluar cepat, ditambah lagi menulis saja kok harus pakai wewangian.

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Asy Syura: 21).

Dari mana para dukun tersebut mensyariatkan adanya ibadah tertentu dalam penulisan rajah?! Apakah itu wangsit dari jin atau setan atau khodam mereka?

Subhanallah …. Ini baru bantahan dari satu sisi dalam hal penulisan rajah. Namun bukan di sini inti pembahasan kami.

Berikut ini satu contoh lagi ajaran bid’ah yang dibuat-buat oleh para dukun yang tidak berdasarkan dalil sama sekali.

Sebelum melakukan penulisan rajah diawali membaca doa ini 3 x: “Bismillahir rohmanir rohim. Qul uhiya ilay’ya anahustama’a nafarun minal jinni wa bihaqqi Kaf Haa Yaa Aiin Shood wa bihaqqi Haa Miim AiinSiin Qoof”

Kemudian dilanjutkan dengan melakukan meditasi sejenak (menjalin energi ghaib) setelah itu baru dilakukan penulisan rajah.

Rajah yang telah selesai ditulis kemudian dillipat dan dibungkus dengan kain lapis 7, agar tidak mudah rusak dan kotor apabila dibawa-bawa.

Saat akan melipat atau membungkus Rajah bacalah :

Surat Al fatihah (1x)

Innaa fatahnaa laka fat’ham mubiinaa (3x)

(Artinya: Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata)

Nasrun minallahi wa fat’hun qoribun, wa bas’syiril mu’miniin (3x)

(Artinya: Pertolongan dari Allah dan kemengan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman)

Allohuma sholi ala sayidina muhammadin (3x)

(Artinya: Ya Allah, limpahkanlah rahmatmu kepada junjungan kami Muhammad)

Astagfirullah hal ‘adhim (3x)

(Artinya: Aku memohan ampun kepada Allah Yang Maha Agung)

Laa illaaha illaallah (3x)

(Artinya: Tidak ada Tuhan selain Allah)

Inna taqorruban ilallohil aliyyil adhim (3x)

(Artinya: Bahwasanya ini merupakan taqorrub kepada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung) (kutipan dari situs web dukun)

Itulah wirid-wirid yang dibaca ketika membuat rajah. Mulai dari membaca beberapa ayat dari surat Al Jin, membaca huruf-huruf muqotho’ah, surat Al Fatihah, ayat dari surat Al Fath, bacaan shalawat, diiringi dengan meditasi. Bacaan-bacan ini jelas bacaan mulia dan dinilai sebagai suatu ibadah. Namun menempatkannya sebagai wirid-wirid ketika membuat rajah (azimat) dari manakah dalilnya padahal rajah-rajah ini akan digunakan untuk pelet, penglaris, dsb. Padahal dalam menentukan semacam itu harus dengan dalil. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)

Ada pula wirid yang lucu yang dibaca ketika membuat rajah,

NIAT INGSUN NGAPEK BANYU TELOGO INNA A’TOINA KAL JAWAHIR FASOLLILIROBIKA WANHAR INNASAA NIAKA HUAL ANHAR IYYA KANAK BUDU WAIYYA KANAS TAIN.( DISAAT BACAAN NAS TAIN) TINTA DITEMPELKAN KE KERTAS DILANJUT NULIS RAJAH SAMPAI SELESAI. … 

Dilihat dari segi bahasa saja sudah sangat lucu dan sungguh mengada-ada bacaan yang satu ini, cuma asal memotong-motong ayat Qur’an. Na’udzu billah …

Aturan lainnya dalam menulis rajah yaitu rajah (azimat) hanya boleh ditulis oleh pewaris yang telah memiliki ijazah. Jika tidak ditulis oleh mereka-mereka, maka azimatnya bisa jadi tidak ampuh karena belum mendapatkan izin. Penulis anggap, “Kenapa mesti dapat izin?” Perasaan kami, karena ini masalah duit saja. Karena untuk mendapatkan ijazah itu butuh duit, ada uang pendaftaran. Intinya ilmu-ilmu penglaris semacam ini ujung-ujungnya kembali pada fulus dan duit sehingga mereka tidak mau tinggalkan karena penghasilan mereka bisa musnah (Situs web dukun menyebutkan cara untuk menjadi pewaris ilmu rajah).

Contoh-contoh rajah, kami tampilkan dalam gambar berikut ini.


Ada beberapa pelajaran tentang rajah yang bisa kami simpulkan guna untuk bahasan selanjutnya:
  1. Rajah dibuat dengan ilmu khusus (ilmu yang aneh-aneh dan mengada-ada), tidak bisa sembarang orang bisa membuatnya.
  2. Pembuktian ampuhnya rajah bukanlah dengan cara ilmiah dengan eksperimen. Lihat saja pernyataan para dukun sendiri, “RAJAH yang dibuat menggunakan ILMU RAJAH biasanya bisa ditest menggunakan beberapa cara, dari menggunakan terawangan, getaran, dialog dengan khodam, atau melihat cahaya didalam tulisan dengan doa2 tertentu dll. Selama kita mengetes RAJAH yang kita buat , biasanya kita akan mengalami suatu keanehan keanehan sesuai tata cara mengetes RAJAH , ada yang melihat cahaya didalam RAJAH, ada angin yang tiba2 menerpa kita, ada jin yang mau menampakan pada kita dll sesuai RAJAH yang kita buat.” Artinya ini bukanlah sebab yang terbukti secara syar’i seperti madu dan bukan sebab yang terbukti lewat eksperimen ilmiah seperti obat.
  3. Untuk menyingkap tentang arti dan makna suatu Rajah dibutuhkan ilmu dan pengetahuan khusus, yang melibatkan hati dan rasa (Spiritual). Biasanya ini hanya diketahui oleh para ahli rajah dan paranormal. Ini menunjukkan bahwa rajah tidak bisa dibaca oleh sembarang orang. Hanya para dukun saja yang bisa. Artinya walaupun yang ditulis adalah tulisan Arab, namun itu belum tentu ada makna dan bisa dibaca.
  4. Tulisan dalam rajah biasa dengan tulisan Arab dan kadang dengan potongan ayat Al Qur’an.
Lalu bolehkan azimat atau jimat dari ayat Al Qur’an? Ini yang akan kita bahas selanjutnya.

Dalil Larangan Tamimah

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ اللَّهُ لَهُ

“Barangsiapa yang menggantungkan (hati) pada tamimah (jimat), maka Allah tidak akan menyelesaikan urusannya. Barangsiapa yang menggantungkan (hati) pada kerang (untuk mencegah dari ‘ain, yaitu mata hasad atau iri, pen), maka Allah tidak akan memberikan kepadanya jaminan” (HR. Ahmad 4: 154. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan –dilihat dari jalur lain-).

Dalam riwayat lain disebutkan,

مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat), maka ia telah berbuat syirik” (HR. Ahmad 4: 156. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini qowiy atau kuat. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 492).

Hadits ini menunjukkan bahwa memakai azimat dan rajah termasuk di dalamnya dan dihukumi syirik. Dahulu  memang tamimah dimaksudkan untuk gelang dan lainnya yang digunakan sebagai azimat dan sengaja dipakai dengan tujuan untuk mencegah ‘ain, yaitu penyakit mata hasad (iri). Karena pandangan orang yang iri, anak kecil bisa menangis terus menerus dan itulah yang disebut ‘ain. Orang jahiliyah dahulu bahkan di masyarakat kita masih ada yang mencegah penyakit ‘ain ini dengan gelang atau kalung di antara yang disebut dengan ‘benang pawitra’.  Para ulama menjelaskan bahwa tamimah, lebih luas dari itu.

Tamimah adalah segala sesuatu yang digantung –di rumah misalnya-, dipakai –berupa kalung atau gelang misalnya-, diikat –berupa sabuk, rompi rajah misalnya-, baik berupa tulisan Arab, dari bacaan Al Qur’an, suatu benda pusaka ataukah dari selainnya, dengan tujuan untuk mendapatkan manfaat -seperti sembuh dari penyakit atau melariskan barang dagangan, membuat orang lain semakin cinta-, atau untuk mencegah bahaya, -seperti tercegah dari suatu penyakit, sebagai penangkal atau rumah akan dilindungi dari berbagai tindak kejahatan-. 

Lalu, bagaimana Tamimah/Jimat/Rajah dari Ayat Al Qur'an, silakan simak di : Jimat Ayat Kursi dan Ayat lain dari Al-Qur'an

Sebenarnya: Rajah Berbeda dengan Tamimah dari Ayat Al Qur’an

Namun sebenarnya rajah yang ada bukanlah dari Al Qur’an. Lihat saja rajah yang ada hanya berupa huruf, bahkan kadang tidak bermakna. Jika memang jelas bukan dari ayat Qur’an, hanya berupa huruf-huruf atau angka-angka Arab saja, jelas syiriknya.

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ

“Sesungguhnya mantera-mantera, jimat-jimat dan pelet adalah syirik”.


– Lihatlah azimat berikut, jelas tidak bermakna dan tidak diketahui maksud tulisan ini –


Rajah Cuma Sebagai Sebab?

Ini perkataan seorang dukun, di mana kita bisa memesan azimat atau berbagai macam rajah darinya:

Bagi saya, Azimat / rajah hanya sekedar sarana, daya dan kekuatan tetap dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Mulai dari sini kita akan semakin menyadari, bukan hanya sekedar tahu, salah satu keagungan dari asma suci-NYA. (Ki Umar Jogja)

Inilah keyakinan pengguna rajah secara umum, mereka meyakini rajah hanyalah sebagai sarana atau sebab, sedangkan yang menyembuhkan dan memberikan kekuatan adalah Allah. Keyakinan semacam ini pun tetap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam larang. Coba perhatikan hadits berikut.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat di lengan seorang pria gelang yang dinampakkan padanya. Pria tersebut berkata bahwa gelang itu terbuat dari kuningan. Lalu beliau berkata, “Untuk apa engkau memakainya?” Pria tadi menjawab, “(Ini dipasang untuk mencegah dari) wahinah (penyakit yang ada di lengan atas). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Gelang tadi malah membuatmu semakin lemah. Buanglah! Seandainya engkau mati dalam keadaan masih mengenakan gelang tersebut, engkau tidak akan beruntung selamanya.” (HR. Ahmad 4: 445 dan Ibnu Majah no. 3531).

Lihatlah keyakinan pria dalam hadits ini sama persis dengan Ki Umar, yaitu gelang tadi hanyalah sebagai sebab, namun tetap yang menyembuhkan adalah Allah. Ini pun tetap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam larang. Bahkan beliau katakan pemakai azimat semacam ini tidak akan beruntung selamanya. Jadi kita paham bahwa dengan alasan semacam itu pun, tetap azimat dinilai syirik.

Sedangkan jika meyakini bahwa azimat atau rajah itu yang mendatangkan kesembuhan dan kekuatan, bukan Allah, ini lebih parah lagi karena orang yang meyakininya telah terjerumus dalam syirik akbar yang mengeluarkannya dari Islam. Sedangkan yang pertama seperti keyakinan umumnya orang termasuk syirik ashgor (syirik kecil). Namun tetap syirik kecil lebih parah dari dosa besar. Ingat baik-baik hal ini!

إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS An Nisa: 48)

Lalu bagaimana dengan obat?

Rajah berbeda dengan obat yang telah diuji keampuhannya dari eksperimen ilmiah. Juga beda halnya dengan madu dan hababatus sauda, karena obat-obat ini telah ada bukti otentik dalam berbagai hadits. Sedangkan rajah, tidaklah demikian. Pembuktian rajah hanya melalui khodam atau penentian jin. Ini bukan ilmiah, namun ini mengada-ada. Jadi sekali lagi dalam pengambilan sebab, ingatlah 3 syarat:

Sebab yang diambil benar terbukti secara syar’i akan ampuhnya atau lewat eksperimen ilmiah.
Sebab yang telah terbukti tidak menjadi tempat bergantung, namun bergantungnya hati hanyalah pada Allah.

Keampuhan sebab hanyalah dengan takdir atau ketentuan Allah.

Ya Allah, lindungilah kami dan keturunan kami dari segala macam bentuk kesyirikan. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Tulisan ini dibahas secara tuntas dan gamblang oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal

Hukum Jimat Ayat Kursi dan Ayat lain dari Al-Qur'an

Bagaimana hukum memajang jimat yang berasal dari ayat Al Qur’an seperti ayat kursi yang dipajang di dinding dan ada yang mengenakan pada lehernya potongan ayat Al Qur’an?

Contohnya, seseorang menggantung mushaf Al Qur’an di rumahnya untuk melindungi rumah dari gangguan makhluk jahat, atau menggantungkan surat Al Ikhlas di dadanya. Semisal ini pula yaitu menggantungkan ayat kursi atau surat Yasin di dinding rumah agar rumah tidak kemasukan setan dan makhluk jahat. Bisa jadi yang dipajang adalah tulisan ‘a’udzu bi kalimaatillahit taammati min syarri maa kholaq” atau tulisan yang dipajang di toko “masya Allah wa tabarokallah”.


Untuk masalah tamimah yang berasal dari Al Qur’an, dzikir atau do’a, para ulama berselisih pendapat. Sebagian ulama memberikan keringanan, sebagian lagi tetap melarang. Di antara yang berpendapat demikian adalah Ibnu Mas’ud. (Lihat Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad At Tamimi)

Dalil ulama yang membolehkan tamimah dari Al Qur’an yaitu di antaranya firman Allah Ta’ala,

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآَنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Al Isro’: 82). Memakai atau menggantungkan jimat dari ayat Al Qur’an termasuk menjadikannya sebagai syifa’ (penawar atau obat). Itulah alasan pembolehannya.

Namun pendapat yang lebih tepat, jimat dari Al Qur’an tetap terlarang dengan beberapa alasan berikut.

  1. Untuk menutup jalan agar tidak terjerumus dalam kesyirikan yang lebih parah.
  2. Berdalil dengan dalil-dalil umum yang melarang jimat.
  3. Jimat dari Al Qur’an bisa membuat Al Qur’an itu dilecehkan, bisa jadi pula dibawa masuk ke kamar mandi, atau terkena kotoran (najis).
  4. Agar tidak membuat sebagian dukun yang sengaja menuliskan ayat-ayat Al Qur’an lantas menaruh di bawahnya mantera-mantera syirik.
  5. Seseorang akan tidak perhatian lagi pada Al Qur’an dan do’a karena hanya bergantung pada ayat Al Qur’an yang dipajang atau dikenakan. (Lihat Rasail fil ‘Aqidah, hal. 441 dan Syarh Kitab Tauhid, hal. 61).

Dalil yang mengharamkan tamimam, jimat atau azimat secara umum adalah:

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ اللَّهُ لَهُ

“Barangsiapa yang menggantungkan (hati) pada tamimah (jimat), maka Allah tidak akan menyelesaikan urusannya. Barangsiapa yang menggantungkan (hati) pada kerang (untuk mencegah ‘ain, yaitu pandangan hasad atau iri, -pen), maka Allah tidak akan memberikan kepadanya jaminan” (HR. Ahmad 4: 154. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan –dilihat dari jalur lain-).

Dalam riwayat lain disebutkan,

مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat), maka ia telah berbuat syirik” (HR. Ahmad 4: 156. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini qowiy atau kuat. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 492).

Nama Allah Al Hayyu dan Al Qayyum dalam Ayat Kursi

Dua nama di atas adalah nama bagi Allah Ta’ala yang terdapat dalam 3 tempat di dalam Al Quran, yaitu ayat kursi, awal surat Ali ‘Imran (ayat 2), dan dalam surat Thaaha (ayat 111).

Dalam nama Al Hayyu terdapat penetapan sifat hidup bagi Allah. Yaitu sifat hidup yang sempurna, tidak didahului ketiadaan dan tidak disertai kehancuran dan fana, serta tidak ada kekurangan dan cela. Kehidupan yang berkonsekuensi sempurananya sifat-sifat Allah, baik ilmu-Nya, pendengaran-Nya, penglihatan-Nya, kemampuan-Nya, kemauan-Nya, kasih sayang-Nya, dan perbuatan yang Allah kehendaki. Dengan demikian, hanya Allah semata yang berhak untuk diibadahi, sebgaimana firman-Nya :

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لاَيَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ وَكَفَى بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا {58}

“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.”(Al Furqan:58)


Adapun dalam nama Allah Al Qayyum terdapat penetapan qayyumiyah sebagai sifat bagi Allah, yakni keadaan Allah yang berdiri sendiri. Nama Allah Al Qayyum mengandung dua hal :

Pertama : Sempurnanya ketidakbutuhan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia berdiri sendiri, tidak membutuhkan makhluknya, sebagaimana firman-Nya :

يَآأَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَآءُ إِلَى اللهِ وَاللهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ {15}

“Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (Faathir:15)

Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضَرِّي فَتَضُرُّونِي وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِي فَتَنْفَعُونِي

“Sesungguhnya kalian tidak akan dapat menimpakan mudharat sedikitpun kepada-Ku dan tidak akan dapat memberikan manfaat sedikitpun kepada-Ku “ [HR Muslim 2577]

Kedua : Sempurnanya kemampuan dan pengaturan Allah terhadap makhluk-Nya. Allah menopang para makhluknya dengan kekuatan-Nya, dan seluruh makhlukk fakir (butuh) terhadap Allah. Allah tidak sedikitpun butuh terhadap makhluk. ‘Arsy, Kursi, langit dan bumi, gunung dan pohon, manusia dan hewan, semuanya fakir kepada Allah. Allah berfirman :

أَفَمَنْ هُوَ قَآئِمٌ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ وَجَعَلُوا لِلَّهِ شُرَكَآءَ قُلْ سَمُّوهُمْ

“Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya)? Mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah. Katakanlah: “Sebutkanlah sifat-sifat mereka itu“. …” (Ar Ra’du :33).

Kisah Nyata tentang Keajaiban Ayat Kursi di Amerika


Ini kisah nyata dari Amerika (US) tahun 2006. Pengalaman nyata seorang muslimah asal Asia yang mengenakan jilbab. Suatu hari muslimah ini berjalan pulang dari bekerja dan agak kemalaman. Suasana jalan sepi. Ia melewati jalan pintas.Di ujung jalan pintas itu, dia melihat ada sosok pria Kaukasian. Ia menyangka pria itu seorang warga Amerika. Tapi perasaan wanita ini agak was-was karena sekilas raut pria itu agak mencurigakan seolah ingin mengganggunya.

Dia berusaha tetap tenang dan membaca kalimah Allah. Kemudian dia lanjutkan dengan terus membaca Ayat Kursi berulang-ulang seraya sungguh-sungguh memohon perlindungan Allah SWT. Ia tidak mempercepat langkahnya. Ketika ia melintas di depan pria berkulit putih itu, ia tetap berdoa. Sekilas ia melirik ke arah pria itu. Orang itu asyik dengan rokoknya, dan seolah tidak mempedulikannya.

Keesokan harinya, wanita itu melihat berita kriminal, seorang wanita melintas di jalan yang sama dengan jalan yang ia lintasi semalam. Dan wanita itu melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya di lorong gelap itu. Karena begitu ketakutan, ia tidak melihat jelas pelaku yang katanya sudah berada di lorong itu ketika perempuan korban ini melintas di jalan pintas tersebut. Hati muslimah ini pun tergerak karena wanita tadi melintasi jalan pintas itu hanya beberapa menit setelah ia melintas di sana.

Dalam berita itu dikabarkan bahwa wanita itu tidak bisa mengidentifikasi pelaku dari kotak kaca (di kantor polisi), dari beberapa orang yang dicurigai. Muslimah ini pun memberanikan diri datang ke kantor polisi, dan memberitahukan bahwa rasanya ia bisa mengenali sosok pelaku pelecehan kepada wanita tersebut, karena ia menggunakan jalan yang sama sesaat sebelum wanita tadi melintas. Melalui kamera rahasia, akhirnya muslimah ini pun bisa menunjuk salah seorang yang diduga sebagai pelaku.

Ia yakin bahwa pelakunya adalah pria yang ada di lorong itu dan mengacuhkannya sambil terus merokok. Melalui interogasi polisi akhirnya orang yang diyakini oleh muslimah tadi mengakui perbuatannya. Tergerak oleh rasa ingin tahu, muslimah ini menemui pelaku tadi dengan didampingi oleh polisi.

Muslimah: “Apa Anda melihat saya? Saya juga melewati jalan itu beberapa menit sebelum wanita yang kau perkosa itu? Mengapa Anda hanya menggangunya tapi tidak mengganggu saya? Mengapa Anda tidak berbuat apa-apa padahal waktu itu saya sendirian..?”

Penjahat: “Tentu saja saya melihatmu malam tadi. Anda berada di sana malam tadi beberapa menit sebelum wanita itu. Saya tidak berani mengganggu Anda. Aku melihat ada dua orang besar di belakang Anda pada waktu itu. Satu di sisi kiri dan satu di sisi kanan Anda…”

Muslimah itu tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Hatinya dipenuhi oleh rasa syukur dan ia terus memuji Allah. Lututnya bergetar saat mendengar penjelasan pelaku kejahatan itu. Ia pun langsung menyudahi interview dan minta diantar oleh polisi untuk keluar dari ruangan.

Semua surat dalam al-Qur*an adalah surat yang agung dan mulia. Demikian juga seluruh ayat yang dikandungnya. Namun, Allah Subhanahu WaTa’ala dengan kehendak dan kebijaksanaan-Nya menjadikan sebagian surat dan ayat lebih agung dari sebagian yang lain.

Syaikh Umar Sulaiman Al Asyqar berkata, “Yang paling baik digunakan untuk melawan jin yang masuk ke dalam tubuh manusia adalah dzikrullah (dzikir kepada Allah) dan bacaan Al-Qur'an. Dan yang paling besar dari itu ialah bacaan ayat kursi, karena sesungguhnya orang yang membacanya akan selalu dijaga oleh penjaga dari Allah, dan ia tidak akan didekati oleh setan sampai Subuh, sebagaimana telah shahih hadits tentang itu”.

[Alamul Jin Wasy Syayathin, hlm. 180, karya Syaikh Umar Sulaiman Al Asyqar, Penerbit Darun Nafais].

Ayat Kursi MP3 - Murottal Ayat Kursi Merdu dan Terlengkap

http://www.ayat-kursi.com

Murattal Ayat Kursi Merdu dan Terlengkap ini kami sajikan dengan banyak qari yang bisa anda dengarkan. Semoga dengan mempelajari ayat suci Al Qur'an dapat menambah keimanan kita kepada Allah Tabaraka wa ta'ala. Silakan di klik pada tulisan Download untuk menyimpannya dalam komputer/gadget anda.

Sekedar informasi, jika anda kebingungan tentang bagaimana cara mendownloadnya, silakan klik : Panduan Download dari Safelink, di halaman tersebut sudah kami jelaskan tentang caranya. Lalu, jika anda ingin murottal Ruqyah untuk pengobatan bisa di unduh di Ayat Ruqyah MP3.

QARI' LINK
Abdul Basit 'Abdus-Samad
Abdullah Ali Jaabir
Abdullah Basfar
Abdullah Matroud
Abdurrahman As Sudais
Abu Bakar As Shatri
Ahmad bin Ali Al Ajmi
Ahmed Naina
Akram Al Alaqimy
Ali Abdurrahman Al Hudzaify
Ali Hajjaj As Suwaisy
Aziz Alili
Cat Stevens/Yusuf Islam
Fares Abbad
Fatih Seferagic
Hani Ar Rifai
Khalifa Al Tunaiji
Maher bin Hamad Al Mueaqly
Mahmoud Khalil Al Hussary
Mishari Rashid Al 'Afasy
Mohammad Al Tablaway
Muflih Safitra
Muhammad Abdul Kareem
Muhammad Ayyub
Muhammad Jibreel
Muhammad Siddiq Al Minshawi
Muhammad Thaha Al Junayd
Mustafa Ismail
Muzammil Hasballah
Nasser Al Qatami
Saad Al Ghamdi
Sahl Yassin
Salah Abdurrahman Al Bukhatir
Salah Bin Muhammad Al Budair
Saud Ash Shuraim
Yasser Al Dossari
Yasser Salamah
Ziyad Patel